Brilio.net - Kuliah sering dianggap sebagai jalan menuju masa depan yang lebih cerah. Banyak orang rela mengeluarkan biaya besar demi mendapatkan gelar sarjana dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
Di Indonesia, biaya kuliah tidaklah murah, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Bahkan, tidak sedikit mahasiswa yang harus mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk menyelesaikan pendidikan mereka.
BACA JUGA :
PPG guru madrasah dan guru agama dibuat sederhana, tunjangan Rp 2 juta di depan mata
Sayangnya, tingginya biaya kuliah tidak selalu sebanding dengan gaji yang didapat setelah lulus. Banyak lulusan sarjana yang harus menerima kenyataan pahit bahwa pekerjaan yang mereka dapatkan justru dibayar dengan upah rendah.
Seperti yang dialami oleh seorang pria yang membagikan kisahnya melalui akun TikTok @adhy_1203. Ia mengaku telah menghabiskan sekitar Rp150 juta untuk biaya kuliah, bahkan harus berhutang ke sana-sini demi menyelesaikan pendidikannya.
"aku 150 juta tuh gede bangat, sampai ngutang sana sini," ujarnya.
BACA JUGA :
Beban kerja guru dikurangi, mulai dari jam mengajar cuma 18 jam hingga urusan administrasi
foto: TikTok/@adhy_1203
Alih-alih mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi, ia justru hanya berhasil menjadi guru honorer. Dari pekerjaan tersebut, ia hanya mendapatkan gaji Rp1,2 juta per bulan.
Padahal, menjadi seorang guru membutuhkan dedikasi dan pendidikan yang tidak sedikit. Namun, rendahnya upah yang diterima membuatnya merasa perjuangan selama kuliah seolah tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
foto: TikTok/@adhy_1203
Tak ingin terus hidup dalam keterbatasan finansial, ia akhirnya mengambil keputusan besar yang mengubah hidupnya. Pada tahun 2015, ia pertama kali pergi ke Hong Kong dengan visa turis selama 15 hari.
"Tahun 2015, pertama kali kabur ke Hongkong dengan visa visitor selama 15 hari," ungkapnya.
Siapa sangka, perjalanannya justru membawanya hingga ke Taiwan, di mana ia akhirnya menetap dan bekerja. Berbekal ijazah SMA, ia berhasil mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang jauh lebih layak dibandingkan saat menjadi guru honorer.
"malah sampai kemana mana eh betah di Taiwan sampai sekarang," pungkasnya.
"saya kerja jg kesini jg pake ijazah SMA kok, yg penting mental dan tenaga siap," tambahnya lagi.
Menurutnya, pekerjaan yang ia jalani memang bukan pekerjaan profesional. Meskipun begitu, ia merasa lebih dihargai secara finansial dibandingkan saat bekerja di Indonesia.
"Cuma kuli serabutan, bukan profesional," terangnya.
Di Taiwan, standar gaji pekerja jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Dilansir dari BP2MI, mulai 1 Januari 2023, upah minimum pekerja di sektor formal mengalami kenaikan sebesar NTD 1.150 atau sekitar 4,56%, dari sebelumnya NTD 25.250 menjadi NTD 26.400 per bulan.
Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs saat ini sekitar Rp484,35 per 1 NTD, gaji tersebut setara dengan Rp12.783.640 per bulan. Selain itu, upah minimum per jam juga meningkat dari NTD 168 menjadi NTD 176, menjadikan Taiwan sebagai pilihan menarik bagi pekerja migran yang mencari penghasilan lebih layak.
foto: TikTok/@adhy_1203
Kisahnya pun mengundang berbagai komentar dari netizen yang merasa mengalami nasib serupa. Banyak juga yang menyoroti pentingnya keterampilan dibandingkan sekadar gelar pendidikan.
"Gua hampir 200 juta, nyari kerja masih ya Allah ya Allah," tulis @sky_accoun.
"Dan pada intinya lebih berguna skill daripada ijazah," ujar @jabrixdokterhape.
Sementara itu, ada juga yang menyindir kondisi pekerjaan dan gaji di Indonesia. Fenomena ini semakin memperkuat anggapan bahwa pendidikan tinggi tidak selalu menjamin kesejahteraan.
"Di Indo kerja serius, gaji bercanda. Kerja bercanda, gaji serius," kata @julviadi0.
"Nah... dari dulu sampai sekarang, sekolah mahal dan lama tapi gajinya tidak sesuai," komentar @puetri5345.