Brilio.net - Di sekolah-sekolah negeri Amerika Serikat, pemandangan siswa sibuk di depan Chromebook bukan hal baru. Laptop mungil berbasis Chrome OS itu jadi senjata utama belajar sejak pemerintah AS mendorong program digital learning secara masif. Praktis, ringan, dan langsung terkoneksi ke sistem pembelajaran berbasis cloud.
Data dari Education Week pada 2021 mencatat, lebih dari 50 persen perangkat yang digunakan siswa di sekolah-sekolah AS adalah Chromebook. Angka yang cukup menunjukkan tren. Tapi kalau melirik ke Indonesia, peta penggunaannya sangat berbeda. Di sini, laptop berbasis Windows masih merajai bangku sekolah dan ruang guru. Bukan soal tidak mau ikut tren, tapi karena konteksnya memang tidak sama.
BACA JUGA :
Cara agar laptop tidak lemot dengan Windows + R, performa melejit 30%
Bicara soal Chromebook di Indonesia, ceritanya justru lebih ruwet. Bukan karena perangkatnya jelek. Bukan juga karena teknologinya ketinggalan. Kejaksaan Agung saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp9,9 triliun oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk periode 2019โ2023.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, pengadaan Chromebook itu disinyalir tidak dilandasi kebutuhan riil di lapangan. Lebih parahnya lagi, ada dugaan pemufakatan jahat agar perangkat tersebut dijadikan pilihan utama, padahal sebelumnya sudah ada kajian bahwa Chromebook tidak cocok untuk sebagian besar wilayah Indonesia.
"Di Indonesia internetnya ketika itu masih belum memadai sehingga diuji coba dengan menggunakan Chromebook itu tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal,โ ungkapnya seperti dilansir Brilio.net dari Liputan6.com.
BACA JUGA :
Mengenal macam-macam topologi jaringan: Panduan lengkap untuk pemula
Pilihannya bukan soal gengsi, tapi lebih ke soal kebutuhan. Chromebook unggul di negara dengan sistem pendidikan digital yang sudah matang dan internet stabil. Sementara Windows laptop masih jadi pilihan utama di negara dengan infrastruktur yang belum sepenuhnya mendukung pembelajaran berbasis cloud. Adaptasi teknologi memang bukan soal siapa lebih canggih, tapi siapa yang lebih cocok.
Bayangkan seorang guru di California. Murid-muridnya datang ke kelas, buka Chromebook, dan otomatis login ke akun Google masing-masing. Tugas kemarin langsung muncul di Google Docs. Tidak perlu bawa flashdisk, tidak perlu unduh file. Semua tersimpan otomatis di cloud.
Sekarang bayangkan hal yang sama terjadi di sekolah yang jauh dari jangkauan internet. Koneksi bisa kadang jalan, kadang tidak. Login pun bisa makan waktu, apalagi sinkronisasi data. Di sinilah laptop Windows yang bisa kerja penuh tanpa internet jadi lebih masuk akal.
Perbedaan ini jadi refleksi menarik tentang bagaimana teknologi beradaptasi dengan kondisi sosial dan infrastruktur suatu negara. Chromebook dan Windows bukan sedang bersaing head-to-head. Keduanya berkembang di jalur masing-masing, menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna yang sangat berbeda.
Kenapa fenomena ini terjadi ya? Yuk ikuti pembahasannya bersama brilio.net, Kamis (29/5).
Chromebook Jadi Favorit Murid di AS, Ini Alasannya
foto: Google Chromebook
Chromebook menjadi pilihan utama di banyak sekolah Amerika Serikat karena harganya yang sangat terjangkau. Berdasarkan laporan IDC (2020โ2021), perangkat ini mencatat pertumbuhan tercepat di sektor pendidikan. Harga yang bersahabat membuat sekolah mampu membeli ratusan unit sekaligus tanpa khawatir membebani anggaran. Ini jelas jadi keuntungan besar ketika kebutuhan perangkat digital harus dipenuhi secara masif.
Selain harganya yang ekonomis, Chromebook juga mudah dikelola oleh pihak sekolah. Dengan Google Admin Console, seluruh perangkat bisa diatur dari jarak jauh. Mulai dari pengaturan akun pengguna, pembatasan akses situs tertentu, hingga pembaruan perangkat lunak, semua bisa dilakukan hanya dengan satu dashboard. Hal ini sangat membantu tim IT sekolah agar lebih efisien tanpa harus mengutak-atik satu per satu laptop secara manual.
Chromebook juga didesain untuk menyatu dengan Google Workspace for Education yang digunakan hampir semua sekolah di AS. Dengan integrasi langsung ke Google Classroom, Docs, dan Drive, siswa dan guru bisa dengan mudah mengakses, mengerjakan, dan membagikan materi belajar. Ini memperlancar proses belajar-mengajar digital tanpa hambatan.
Dari sisi keamanan dan performa, Chrome OS tergolong ringan dan hampir bebas virus. Update perangkat berjalan otomatis di latar belakang tanpa mengganggu aktivitas pengguna. Laptop ini juga cepat sekali dalam proses booting, hanya butuh hitungan detik untuk siap digunakan. Untuk tugas ringan seperti browsing, mengetik, hingga video conference, Chromebook sudah sangat andal dan praktis.
Di Indonesia, Laptop Windows Tetap Jadi Pilihan. Kenapa?
foto: Shutterstock.com
Laptop berbasis Windows masih jadi favorit di Indonesia terutama karena kemampuannya yang bisa digunakan secara offline tanpa hambatan. Koneksi internet yang tidak selalu stabil di banyak daerah membuat laptop Windows jadi pilihan lebih aman dan praktis. Sebagian besar aplikasi penting untuk belajar dan ujian tetap bisa berjalan meskipun tanpa akses internet, jadi proses belajar tidak terganggu saat sinyal hilang.
Selain itu, banyak aplikasi lokal yang digunakan sekolah-sekolah di Indonesia masih berbasis Windows. Mulai dari aplikasi ujian, pelaporan nilai, hingga platform pembelajaran daring banyak yang belum kompatibel dengan Chrome OS. Hal ini membuat laptop Windows menjadi solusi yang lebih pas untuk kebutuhan pendidikan saat ini karena mampu menjalankan berbagai aplikasi tersebut dengan lancar.
Fleksibilitas laptop Windows juga menjadi nilai tambah. Dari tugas-tugas sederhana sampai penggunaan software teknis seperti AutoCAD atau Adobe, laptop Windows punya daya jangkau yang jauh lebih luas. Hal ini penting karena kebutuhan pengguna di sekolah tidak hanya sebatas mengetik dan browsing, tapi juga bisa melibatkan aplikasi berat yang memerlukan performa tinggi.
Faktor familiaritas juga berperan besar dalam preferensi ini. Sebagian besar guru dan siswa sudah terbiasa menggunakan Windows dan Microsoft Office, sehingga beradaptasi ke sistem operasi baru seperti Chrome OS memerlukan waktu dan pelatihan tambahan. Ditambah lagi, pilihan produk laptop Windows sangat beragam, mulai dari harga yang ramah kantong sampai kelas premium, membuat pengguna bisa menyesuaikan perangkat dengan bujet tanpa harus mengorbankan kompatibilitas aplikasi.