Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menerbitkan surat pencekalan terhadap tiga mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim. Langkah ini diambil terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek untuk periode 2019-2023.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa ketiga stafsus yang terlibat adalah Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA). Mereka tidak hadir dalam panggilan pemeriksaan yang telah dijadwalkan, sehingga penyidik memutuskan untuk melakukan langkah pencegahan.
BACA JUGA :
Kejagung selidiki kasus korupsi pengadaan laptop di Kemendikbud senilai Rp9,9 Triliun
"Sudah dijadwalkan bahwa ketiga orang ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwalkan kemarin dan dua hari yang lalu," jelas Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Kamis (5/6/2025).
Harli juga mengingatkan agar ketiga stafsus Nadiem Makarim bersikap kooperatif dalam memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Rencananya, panggilan kedua akan dilayangkan kepada mereka pada pekan depan.
"Oleh karena itu, penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya cegah tangkal terhadap yang bersangkutan, dan itu sudah dilakukan per tanggal 4 Juni 2025," tambah Harli.
BACA JUGA :
Siapa Iwan Lukminto? Bos Sritex terjerat korupsi, pernah masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia
Diketahui, Kejaksaan Agung tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek.
Kasus ini melibatkan anggaran yang mencapai hampir Rp10 triliun. Harli mengungkapkan bahwa pada tanggal 20 Mei 2025, penyidik telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
"Ada dugaan persekongkolan dari berbagai pihak untuk mengarahkan tim teknis dalam membuat kajian terkait pengadaan peralatan TIK untuk teknologi pendidikan," ungkapnya.
Harli menjelaskan bahwa pengadaan laptop berbasis Chromebook tidak sesuai dengan kebutuhan saat itu, meskipun sebelumnya telah dilakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook yang ternyata tidak efektif.
"Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa Chromebook berbasis internet, sementara di Indonesia, akses internet belum merata, terutama di daerah-daerah," tambahnya.
Dari sisi anggaran, diketahui bahwa dana yang digelontorkan mencapai Rp9,9 triliun, yang terdiri dari Rp3,582 triliun untuk satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan, penyidik sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan pada tanggal 21 Mei lalu," kata Harli.
Sejauh ini, dua lokasi penggeledahan telah dilakukan, yaitu di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2, di mana berbagai dokumen dan barang bukti elektronik telah disita.
Kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook sebelumnya juga sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli menambahkan bahwa penyidik akan memilah perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya.
"Jika kasus tersebut sudah ditangani sampai proses penuntutan atau persidangan, kita tinggal memilah mana yang sudah ditangani dan mana yang belum. Namun, total anggaran sekitar Rp9,9 triliun ini akan didalami lebih lanjut," tutup Harli.