Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek mencapai angka yang mengejutkan, yaitu Rp1,98 triliun. Ini bukan angka kecil, dan tentu saja menjadi perhatian publik.
Menurut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, kerugian yang dialami negara ini berasal dari pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dilaksanakan antara tahun 2020 hingga 2022. Pengadaan ini menggunakan dana dari APBN Kemendikbud Ristek serta Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan total anggaran mencapai Rp9.307.645.245.000 untuk 1,2 juta unit laptop Chromebook.
BACA JUGA :
Kronologi dan perjalanan kasus korupsi minyak mentah, negara alami kerugian hingga Rp285 triliun
“Semua ini diperintahkan oleh Nadiem Makarim, yang menginginkan pengadaan laptop dengan software Chrome OS. Namun, sayangnya, banyak guru dan siswa yang kesulitan menggunakan Chrome OS ini secara optimal,” ungkap Qohar.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Sri Wahyuningsih (SW), Direktur SD Kemendikbud Ristek; Mulatsyah (MUL), Direktur SMP Kemendikbud Ristek; Juris Tan (JT), staf khusus Mendikbud; dan Ibrahim Arif (IBAM), Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
Untuk tersangka MUL dan SW, mereka sudah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Namun, Juris Tan masih berada di luar negeri, sehingga penahanan belum bisa dilakukan. Sementara itu, Ibrahim Arif menjalani penahanan kota karena masalah kesehatan yang serius.
BACA JUGA :
Kejagung sebut kerugian negara akibat korupsi Pertamina mencapai Rp285 Triliun
Perbuatan para tersangka ini melanggar berbagai ketentuan hukum, termasuk Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini menunjukkan betapa seriusnya masalah korupsi yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pendidikan.