Brilio.net - Di berbagai daerah di Indonesia, berkembang kepercayaan bahwa ular yang mati harus dibakar agar tidak dibalas dendam oleh "kerabat" atau "reinkarnasi" ular tersebut. Mitos ini begitu kuat hingga banyak masyarakat yang tidak berani membiarkan bangkai ular begitu saja. Tapi, benarkah membakar ular bisa mencegah balas dendam? Ataukah ini hanya tradisi turun-temurun yang belum tentu punya dasar ilmiah?
Mitos ini biasanya dikaitkan dengan kepercayaan bahwa ular memiliki "dendam genetis" atau bisa melacak pembunuhnya, terutama ular kobra. Bahkan, ada pula anggapan bahwa ular yang dibunuh akan “dipanggilkan” kembali oleh koloninya untuk membalas. Karena itu, masyarakat meyakini bahwa satu-satunya cara aman adalah membakar bangkainya hingga tak bersisa. Namun, apakah ini masuk akal secara ilmiah?
Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (22/7) berikut ulasan lengkap mengenai sisi budaya, psikologi kolektif, hingga penjelasan sains mengenai mitos membakar ular agar tidak dibalas dendam. Kita akan melihat apakah benar ular memiliki kemampuan mengenali pelaku pembunuhan, serta bagaimana mitos ini bisa menyebar luas di berbagai budaya, termasuk India, Tiongkok, dan Indonesia. Fakta atau sekadar warisan kepercayaan leluhur? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Asal usul mitos membakar ular
Benarkah membakar ular bisa menghindari balas dendam
© 2025 brilio.net/AI/Meta
Mitos ini berkembang di berbagai daerah, termasuk Jawa, Bali, dan Sumatera, bahkan memiliki padanan di India dan Tiongkok. Di Jawa, dikenal pepatah, “Yen mateni ula kudu diobong, ben ora digoleki baline” (Jika membunuh ular, harus dibakar agar tidak dicari balasannya).
Kepercayaan ini diduga berasal dari cerita rakyat kuno dan ketakutan terhadap hewan melata yang sulit diprediksi. Ular—terutama jenis berbisa seperti kobra atau ular weling—disegani karena kemampuannya menyelinap, menyerang tiba-tiba, dan sulit ditebak. Faktor ini memicu lahirnya mitos perlindungan, salah satunya: bangkai harus dibakar agar tak menarik ular lain datang.
Di India, kepercayaan serupa tertulis dalam teks-teks lama seperti Puranas, yang menyebut ular (naga) bisa menyimpan dendam secara spiritual. Di Tiongkok kuno, naga dan ular dianggap sebagai makhluk spiritual yang bisa membalas perlakuan manusia. Meski konteksnya simbolik, pengaruh ini menular ke banyak budaya Asia.
Fakta ilmiah: Apakah ular bisa mengenali pembunuhnya?
Secara ilmiah, tidak ada bukti bahwa ular memiliki kemampuan untuk mengingat atau mengenali siapa yang membunuh sesamanya. Sistem otak ular, seperti dijelaskan dalam penelitian oleh Wilkinson & Huber, 2012, hanya memungkinkan respons terbatas terhadap lingkungan—berbasis insting, bukan logika sosial seperti mamalia.
Ular tidak hidup berkoloni atau membentuk komunitas seperti lebah atau semut. Mereka tidak mengenali sesama ular sebagai "kerabat" secara emosional. Karena itu, kemungkinan "ular lain" datang untuk membalas dendam sangat kecil, bahkan tidak berdasar dari sisi sains.
Namun, ada penjelasan rasional lain: bangkai ular bisa mengundang predator atau ular lain karena aroma feromon atau darah. Inilah mengapa terkadang ular lain muncul setelah seekor ular mati—bukan karena dendam, tapi karena tertarik pada bau tubuh atau kondisi lingkungan.
Apakah ada risiko jika bangkai ular tidak dibakar?
Bangkai ular yang tidak dibakar bisa menimbulkan risiko lain, misalnya:
- Penyebaran parasit: seperti cacing dan bakteri dari tubuh bangkai.
- Daya tarik predator: bisa mengundang hewan pemangsa atau bahkan ular lain ke lokasi.
- Ketakutan psikologis warga: karena mitos kuat, warga bisa merasa resah dan panik.
Karena itu, membakar bangkai ular mungkin bukan solusi terhadap "balas dendam", tetapi lebih kepada cara menghilangkan risiko biologis dan menenangkan masyarakat secara psikologis.
Fakta vs mitos
Mitos membakar ular untuk menghindari balas dendam lebih banyak didorong oleh ketakutan kolektif dan warisan budaya daripada fakta ilmiah. Ular tidak menyimpan dendam atau memiliki kapasitas otak untuk membedakan individu manusia. Namun, membakar bangkai tetap bisa dianggap sebagai tindakan pencegahan biologis dan psikologis yang masuk akal, terutama di daerah dengan kepercayaan kuat terhadap mitos tersebut.
Pertanyaan yang sering diajukan
1. Apa benar ular bisa mengenali orang yang membunuh temannya?
Tidak benar. Ular tidak memiliki kemampuan kognitif untuk mengenali individu manusia atau menyimpan dendam. Ini hanyalah mitos yang berkembang secara turun-temurun.
2. Kenapa masyarakat percaya ular akan balas dendam?
Karena ketakutan terhadap ular yang berbisa dan sulit diprediksi. Cerita-cerita lama dan budaya lokal memperkuat kepercayaan tersebut.
3. Apakah membakar bangkai ular itu berbahaya?
Jika dilakukan di tempat terbuka dan dengan pengamanan, tidak berbahaya. Namun sebaiknya tetap hati-hati agar tidak menimbulkan kebakaran.
4. Apakah ada manfaat membakar ular selain menghindari mitos?
Ya. Bangkai ular yang dibakar bisa mencegah penyebaran penyakit, mengusir bau, dan menghindari datangnya hewan lain.
5. Apakah semua jenis ular dibakar jika mati?
Dalam budaya tertentu, terutama jika ular dianggap berbisa atau ‘keramat’. Namun secara umum, ini hanya berlaku di wilayah dengan tradisi lokal yang kuat.
Recommended By Editor
- Tanpa disadari, rumah dengan 7 ciri ini jadi sarang ular
- 5 Kronologi bocah usia 11 tahun meninggal usai digigit ular weling, 1 bulan dirawat melawan bisa
- Bagaimana sih atlet tarkam Bekasi atasi nyeri otot cuma pakai minyak urut herbal? Ternyata ini triknya
- Sering dipakai buat usir ular, efektifkah garam dan kapur barus? Simak faktanya
- Benarkah ular bisa menyimpan dendam? Ini penjelasan ilmiahnya
- Bikin merinding, pria ini temukan ular membeku di es krim


