Brilio.net - Kasus pernikahan anak di bawah umur di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah video prosesi pernikahan viral di media sosial. Pasangan pengantin yang masih duduk di bangku SMP dan SMK itu mengundang keprihatinan luas karena melanggar ketentuan usia minimal menikah yang diatur undang-undang. Upaya pemerintah desa dan aparat setempat untuk mencegah pernikahan tersebut sudah dilakukan, namun kedua keluarga tetap bersikukuh melangsungkan pernikahan.

Fenomena ini mencerminkan masih kuatnya pengaruh budaya dan tradisi seperti merariq di Lombok yang kerap dijadikan alasan untuk menikahkan anak di bawah umur. Selain itu, faktor sosial dan ekonomi juga menjadi pemicu utama praktik pernikahan dini yang berulang kali terjadi di daerah tersebut. Kasus ini menyoroti perlunya edukasi dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk melindungi hak anak.

Pernikahan anak tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental remaja, serta menghambat pendidikan mereka. Berikut penjelasan lengkap mengenai penyebab utama pernikahan dini di Indonesia dan dampak yang ditimbulkannya.

Brilio.net menghimpun dari berbagai sumber pada Senin (26/5), apa saja penyebab dan dampak yang terjadi terhadap pernikahan dini? Simak ulasannya yang satu ini.

Penyebab Utama Pernikahan Dini di Indonesia

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

foto: Ilustrasi dibuat oleh bantuan Chat GPT

1. Budaya dan tradisi yang kuat.

Budaya dan tradisi menjadi salah satu faktor paling dominan yang mendorong pernikahan dini, terutama di daerah seperti Lombok. Tradisi merariq, misalnya, adalah adat yang mengharuskan pria membawa lari wanita yang akan dinikahinya, dan hal ini sering kali menimbulkan tekanan sosial bagi keluarga untuk segera menikahkan anak. Norma sosial yang menganggap pernikahan dini sebagai cara menjaga kehormatan keluarga atau menghindari aib juga memperkuat praktik ini. Dalam banyak komunitas, menikah muda dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bahkan dihormati, sehingga sulit untuk mengubah pola pikir ini tanpa edukasi yang menyeluruh.

2. Faktor ekonomi.

Kemiskinan dan keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama keluarga memilih menikahkan anak di usia muda. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, pernikahan dini dianggap sebagai solusi untuk mengurangi beban keluarga, karena anak yang menikah dianggap sudah tidak menjadi tanggungan. Selain itu, pernikahan dini juga terkadang dipandang sebagai jalan keluar untuk menghindari biaya pendidikan yang semakin tinggi. Namun, solusi ini justru berisiko memperpanjang siklus kemiskinan karena anak yang menikah dini biasanya kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan meningkatkan keterampilan.

3. Kurangnya pendidikan dan informasi.

Rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya akses informasi tentang kesehatan reproduksi, hak anak, dan risiko pernikahan dini menjadi faktor penting yang memperparah masalah ini. Banyak orang tua dan remaja yang belum memahami dampak negatif dari menikah di usia muda, sehingga mereka tidak menyadari pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang. Kurangnya sosialisasi dan edukasi dari pemerintah maupun lembaga terkait menyebabkan mitos dan informasi keliru terus beredar di masyarakat, memperkuat praktik pernikahan dini.

4. Kehamilan remaja dan tekanan sosial.

Kehamilan di luar nikah sering kali menjadi alasan utama pengajuan dispensasi pernikahan anak di Indonesia. Ketika seorang remaja perempuan hamil sebelum menikah, keluarga biasanya merasa terpaksa untuk segera menikahkan anaknya guna menghindari stigma sosial dan aib. Tekanan dari lingkungan sekitar, seperti tetangga dan kerabat, juga mempercepat keputusan pernikahan dini. Kondisi ini menunjukkan bahwa kurangnya edukasi seks dan akses layanan kesehatan reproduksi yang memadai turut berkontribusi pada tingginya angka pernikahan anak.

Dampak Pernikahan Dini bagi Kesehatan Remaja

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

foto: Shutterstock.com

1. Risiko kesehatan reproduksi.

Remaja perempuan yang menikah dan hamil di usia muda menghadapi risiko kesehatan yang sangat tinggi. Sistem reproduksi yang belum matang membuat mereka rentan terhadap komplikasi kehamilan seperti preeklamsia, anemia, dan persalinan prematur. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi juga lebih tinggi pada kelompok usia ini dibandingkan dengan ibu yang menikah pada usia dewasa. Kondisi ini menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian khusus dari sektor kesehatan agar dapat memberikan edukasi dan layanan yang tepat bagi remaja.

2. Peningkatan risiko penyakit.

Selain risiko kehamilan, pernikahan dini juga meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan penggunaan kontrasepsi membuat remaja rentan terhadap infeksi. Selain itu, pernikahan dini sering kali membatasi akses perempuan muda terhadap layanan kesehatan, sehingga penyakit yang seharusnya bisa dicegah atau diobati menjadi lebih berbahaya.

Dampak Pernikahan Dini pada Pendidikan

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

foto: Shutterstock.com

1. Putus sekolah, terutama kaum perempuan.

Pernikahan dini hampir selalu menyebabkan remaja perempuan berhenti sekolah. Setelah menikah, tanggung jawab rumah tangga dan peran sebagai istri dan ibu membuat mereka sulit melanjutkan pendidikan formal. Putus sekolah ini menghambat pengembangan potensi diri dan mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan.

2. Terbatasnya peluang ekonomi.

Dengan pendidikan yang terhenti, remaja yang menikah dini sering kali menghadapi keterbatasan dalam mencari penghasilan yang stabil dan memadai. Hal ini berkontribusi pada siklus kemiskinan yang sulit diputus, karena mereka bergantung pada suami atau keluarga dan tidak memiliki keterampilan atau kualifikasi yang cukup untuk mandiri secara ekonomi.

Dampak Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Mental

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

foto: Shutterstock.com

1. Tekanan psikologis dan stres.

Menikah di usia muda membawa tanggung jawab besar yang belum siap dihadapi oleh remaja. Hal ini dapat menimbulkan tekanan psikologis, stres, dan bahkan depresi. Perubahan drastis dalam kehidupan, seperti harus mengurus rumah tangga dan menghadapi konflik rumah tangga, dapat membebani mental mereka yang masih dalam masa perkembangan.

2. Kehilangan masa kanak-kanak.

Pernikahan dini juga berarti hilangnya kesempatan bagi remaja untuk menikmati masa kanak-kanak dan remaja secara penuh. Mereka kehilangan kesempatan untuk bermain, belajar, dan bersosialisasi dengan teman sebaya, yang sangat penting untuk perkembangan mental dan emosional yang sehat.

Upaya Penanganan dan Perlindungan Anak

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

foto: Instagram/@arifah.fauzi

Pemerintah Indonesia, khususnya melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), telah meluncurkan berbagai program untuk mencegah pernikahan anak, termasuk sosialisasi UU Perkawinan dan strategi nasional pencegahan perkawinan anak (STRANAS PPA). Di tingkat daerah seperti Lombok, upaya edukasi dan pendampingan terus dilakukan, meskipun tantangan budaya dan ekonomi masih besar. Penegakan hukum yang tegas juga menjadi kunci agar praktik pernikahan dini dapat diminimalisir dan hak-hak anak terlindungi secara optimal.

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber

seo trending pernikahan dini © 2025 berbagai sumber