Brilio.net - Pengadilan Tinggi Jakarta akhirnya memutuskan hasil banding dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis pada Kamis (13/2). Banding ini diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena menilai vonis sebelumnya terlalu ringan dan belum mencerminkan rasa keadilan.

Suami Sandra Dewi terbukti terlibat dalam kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Meski demikian, hukuman yang dijatuhkan di tingkat pertama dinilai tidak sebanding dengan besarnya dampak kasus ini terhadap perekonomian negara.

Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dengan hukuman 12 tahun penjara berdasarkan alat bukti yang terungkap di persidangan. Namun, putusan pengadilan tingkat pertama hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Setelah proses banding, Pengadilan Tinggi akhirnya memutuskan untuk meningkatkan hukuman terhadap Harvey Moeis. Lantas, apa saja beda vonis hukuman Harvey Moeis sebelum dan sesudah banding Kejagung? Simak ulasan brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (13/2).

1. Vonis Penjara

Beda vonis hukuman Harvey Moeis © berbagai sumber

foto: YouTube/Liputan6

Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara. Majelis hakim menilai suami Sandra Dewi itu terbukti secara sah melakukan korupsi dalam kasus tata niaga komoditas timah.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto saat membacakan putusan.

Vonis ini jauh lebih berat dibanding putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara. Bahkan, hukuman di tingkat pertama lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta 12 tahun penjara.

2. Uang denda

Beda vonis hukuman Harvey Moeis © berbagai sumber

foto: YouTube/Liputan6

Harvey Moeis diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan pidana kurungan selama delapan bulan.

"Denda sebesar 1 miliar rupiah," kata Hakim Teguh Harianto.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan denda sebesar Rp1 miliar, tetapi dengan subsider enam bulan kurungan. Dengan putusan baru ini, masa kurungan pengganti denda bertambah dua bulan lebih lama.

3. Uang pengganti

Beda vonis hukuman Harvey Moeis © berbagai sumber

foto: Instagram/@sandradewi88

Majelis hakim meningkatkan jumlah uang pengganti yang harus dibayar Harvey Moeis menjadi Rp420 miliar. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang tersebut tidak dibayarkan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa.

"Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp420 miliar," ujar Hakim Teguh.

"Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 10 tahun," lanjutnya.

Jika aset yang dimilikinya tidak mencukupi, maka Harvey Moeis harus menjalani pidana tambahan selama 10 tahun penjara. Sebelumnya, ia hanya dihukum membayar uang pengganti Rp210 miliar dengan ancaman kurungan dua tahun jika tidak mampu membayar.

4. Hal meringankan vonis

Beda vonis hukuman Harvey Moeis © berbagai sumber

foto: Instagram/@sandradewi88

Pada putusan sebelumnya, hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan bagi Harvey Moeis, seperti sikap sopan di persidangan, tanggungan keluarga, dan riwayat hukum yang bersih. Namun, dalam putusan banding, tidak ada lagi pertimbangan yang meringankan.

"Hal meringankan: tidak ada," tegas hakim dalam persidangan.

Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk memberikan keringanan hukuman kepada terdakwa. Dengan demikian, semua faktor yang sebelumnya mengurangi beratnya hukuman kini dihapus.

5. Hal memberatkan vonis

Beda vonis hukuman Harvey Moeis © berbagai sumber

foto: YouTube/Kejaksaan RI

Hakim menilai perbuatan Harvey Moeis sangat merugikan negara dan menyakiti hati rakyat. Kasus ini terjadi di saat ekonomi sedang sulit, tetapi ia justru terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.

"Perbuatan terdakwa sangatlah menyakiti hati rakyat, di saat ekonomi susah terdakwa melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Teguh saat membacakan pertimbangan memberatkan.

Selain itu, tindakannya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sama seperti putusan sebelumnya, hakim menegaskan bahwa kasus ini menjadi catatan buruk di tengah upaya negara dalam memberantas tindak pidana korupsi.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia," pungkasnya.