Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengeluarkan imbauan penting bagi kita semua. Mereka meminta kita untuk lebih waspada terhadap paparan sinar ultraviolet (sinar UV) yang kini berada pada kategori tinggi hingga sangat tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. Terutama saat kita berada di tengah cuaca panas musim pancaroba ini.

Andri Ramdhani, Direktur Meteorologi Publik BMKG, menjelaskan bahwa hasil pengamatan menunjukkan indeks sinar ultraviolet di banyak daerah di Indonesia berada pada level yang dapat berisiko bagi kesehatan jika kita terpapar langsung dalam waktu lama.

"Paparan sinar matahari langsung pada indeks UV tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata dalam hitungan menit. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk melindungi diri saat beraktivitas di luar ruangan," ungkap Andri, seperti dilansir brilio.net dari Antaranews, Jumat (17/10). 

Dia juga menyarankan agar kita menghindari paparan sinar matahari langsung, terutama pada pagi menjelang siang hari. Jika kita harus keluar, jangan lupa untuk menggunakan pelindung diri seperti topi, jaket, payung, kacamata hitam, dan tabir surya. Selain itu, penting juga untuk memperbanyak konsumsi air putih agar tidak dehidrasi, serta menghindari aktivitas fisik berat di bawah terik matahari yang bisa meningkatkan risiko heatstroke atau kelelahan akibat panas.

BMKG mencatat bahwa dalam beberapa hari terakhir, cuaca cerah dan terik umumnya terjadi pada pagi hingga siang hari, dengan suhu maksimum mencapai 38°C di beberapa lokasi. Misalnya, Karanganyar, Jawa Tengah (38.2°C), Majalengka, Jawa Barat (37.6°C), Boven Digoel, Papua (37.3°C), dan Surabaya, Jawa Timur (37.0°C).

Di wilayah Jabodetabek, suhu maksimum dalam dua hari terakhir mencapai 35°C, dengan rincian Banten: 35.2°C, Kemayoran: 33.4°C - 35.2°C, Halim: 34.0°C - 34.9°C, Curug: 33.5°C - 34.6°C, Tanjung Priok: 32.8°C - 34.4°C, dan Jawa Barat (sekitar Jabodetabek): 33.6°C - 34.0°C.

Situasi panas ekstrem ini bertepatan dengan masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Pada siang hari, suhu udara tinggi dan ada potensi hujan disertai petir serta angin kencang pada sore hingga malam hari.

Andri menjelaskan bahwa cuaca panas ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk gerak semu matahari yang pada bulan Oktober sudah berada sedikit di selatan ekuator, sehingga wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari yang lebih intens.

BMKG juga menegaskan bahwa cuaca panas yang dirasakan saat ini bukanlah gelombang panas (heatwave) seperti yang terjadi di negara subtropis. Meskipun suhu terasa sangat tidak nyaman, kondisi ini masih dalam batas wajar untuk wilayah beriklim tropis. Suhu maksimum yang tercatat di beberapa daerah menunjukkan peningkatan signifikan, dengan puncaknya terjadi pada 14 Oktober 2025, di mana Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua) mencapai 37.6°C.

BMKG memprediksi bahwa kondisi cuaca panas ini akan terus berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, tergantung pada waktu masuknya musim hujan di masing-masing daerah. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti imbauan kesehatan dari BMKG.

BMKG menjelaskan bahwa cuaca panas ini disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk posisi matahari yang optimum dan pengaruh Monsun Australia yang membawa massa udara kering. Minimnya tutupan awan juga menjadi penyebab langsung dari terasanya panas menyengat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan tubuh dengan cukup minum air putih dan menghindari paparan sinar matahari langsung dalam waktu lama, terutama pada siang hari.

Untuk informasi cuaca terkini dan peringatan dini, BMKG menyarankan kita untuk memantau situs resmi mereka di www.bmkg.go.id, akun media sosial BMKG, atau melalui aplikasi Info BMKG. Kewaspadaan dan persiapan dini sangat penting untuk menghadapi dinamika cuaca yang ada.