Brilio.net - Kasus ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, terus bergulir. Kepolisian Daerah Jawa Timur kini telah memeriksa sedikitnya 17 orang saksi untuk mendalami penyebab runtuhnya bangunan yang menewaskan puluhan santri pada Senin, 29 September 2025.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, menjelaskan bahwa pemeriksaan para saksi dilakukan untuk mengungkap faktor utama kegagalan konstruksi pada musala asrama putra yang menjadi lokasi utama robohnya bangunan.

“Kami sudah memeriksa sekitar 17 saksi dan jumlah itu masih bisa bertambah. Pemeriksaan lanjutan akan melibatkan pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan serta sejumlah ahli,” ujar Irjen Nanang di Surabaya, Rabu malam (8/10).

Ia menuturkan, tim penyidik saat ini juga tengah mengoordinasikan dua direktorat di lingkungan Polda Jatim, yakni Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), untuk menangani kasus tersebut secara komprehensif.

Tim gabungan itu, kata Nanang, akan menggelar perkara dalam waktu dekat guna menentukan langkah selanjutnya, termasuk peningkatan status kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Dalam perkara ini, polisi menyoroti dugaan pelanggaran terhadap Pasal 359 dan 360 KUHP yang berkaitan dengan kelalaian yang mengakibatkan kematian dan luka-luka. Selain itu, penyidik juga menjerat Pasal 46 ayat (3) dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Dari hasil pemeriksaan awal, ditemukan indikasi kuat adanya kelalaian dalam proses pembangunan maupun pengawasan struktur bangunan. “Dari awal kami menduga kegagalan konstruksi menjadi penyebab utama. Karena itu, kami libatkan ahli teknik sipil dan ahli bangunan untuk memberikan analisis resmi,” ungkapnya dilansir brilio.net dari Antaranews, Kamis (9/10).

Selain memeriksa saksi, penyidik juga menelusuri dokumen perencanaan, izin mendirikan bangunan, dan standar teknis yang digunakan. Langkah ini diambil untuk memastikan apakah seluruh proses pembangunan telah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002.

Irjen Nanang menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga transparansi proses hukum agar kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pihak, terutama terkait pentingnya perencanaan dan pengawasan dalam setiap proyek pembangunan.

“Setiap orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Siapapun yang terbukti lalai akan dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Berdasarkan data kepolisian, total korban dalam tragedi tersebut mencapai 171 orang, terdiri atas 67 kantong jenazah — 34 di antaranya telah teridentifikasi — serta 104 korban selamat yang saat ini masih dalam tahap pemulihan medis dan psikologis.