Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto baru saja divonis hukuman penjara selama tiga tahun dan enam bulan terkait kasus dugaan suap dalam pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta tujuh tahun penjara.

Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, menyatakan bahwa Hasto terbukti bersalah melakukan suap kepada mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, untuk menggantikan Riezky Aprilia dengan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumatera Selatan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto 3 tahun 6 bulan," ungkap Hakim Rios di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat, 27 Juli 2025.

Namun, Hasto dibebaskan dari dakwaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Menurut Hakim, tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa Hasto menghalangi penyidikan yang dituduhkan oleh KPK.

"Oleh karena itu, membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu tersebut," jelas Rios.

1. Awal Mula Kasus: Upaya PAW Harun Masiku

Kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika Hasto Kristiyanto diduga berupaya menggantikan Riezky Aprilia dengan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumatera Selatan.

Harun Masiku, yang tidak lolos dalam Pemilu 2019, berusaha masuk melalui mekanisme PAW setelah wafatnya Nazarudin Kiemas. Hasto diduga mengarahkan Donny Tri Istiqomah (DTI) dan Saeful Bahri untuk melobi Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar menetapkan Harun sebagai anggota DPR.

Dalam upaya tersebut, uang suap sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350 diberikan kepada Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina.

Pada 8 Januari 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan dan beberapa pihak terkait. Namun, Harun Masiku berhasil melarikan diri.

Hasto diduga memerintahkan stafnya, Nur Hasan, untuk menghubungi Harun agar merendam ponselnya dan segera melarikan diri, sehingga Harun hingga kini masih buron.

2. Penetapan Tersangka dan Upaya Perintangan Penyidikan

Hasto diduga tidak hanya terlibat dalam pemberian suap, tetapi juga melakukan perintangan penyidikan. Ia disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel yang berisi informasi penting sebelum dirinya diperiksa sebagai saksi pada 6 Juni 2024.

Hasto juga diduga mengarahkan beberapa saksi untuk memberikan keterangan yang tidak merugikan dirinya. Ia sempat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangkanya, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 Februari 2025. KPK kemudian menyerahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 7 Maret 2025.

3. Dituntut 7 Tahun Penjara

Jaksa menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta. Apabila denda tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap.

Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.

Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

4. Divonis Ringan karena Tak Terbukti Rintangi Penyidikan

Majelis Hakim menjelaskan bahwa dakwaan jaksa KPK mengenai Hasto yang merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti. Hasto hanya terbukti menyuap komisioner KPU.

Hakim menilai berdasarkan keterangan saksi dan ahli, bahwa Hasto tidak pernah memberikan perintah untuk merendam ponsel Harun Masiku melalui satpam di Kantor DPP PDIP yang bernama Nurhasan. Selain itu, percakapan Nurhasan yang menyebut nama 'bapak' tidak dapat dinilai merujuk langsung kepada Hasto.

Oleh karena itu, hakim berpendapat bahwa jika dakwaan tidak terbukti, maka terdakwa harus dibebaskan. "Terdakwa harus dibebaskan sehingga majelis berkesimpulan bahwa terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu melanggar pasal 21 tipikor juncto pasal 65 ayat 1 KUHP," ujar Hakim.