Brilio.net - Lulusan sarjana pendidikan di Indonesia kerap menghadapi tantangan berat saat mencari pekerjaan. Pilihan profesi yang sempit dan hampir selalu diarahkan menjadi guru membuat persaingan semakin ketat, sementara kesempatan kerja tidak merata.
Nasib guru honorer di Tanah Air pun belum sepenuhnya sejahtera. Banyak di antara mereka yang digaji jauh di bawah standar upah minimum, bahkan hanya ratusan ribu rupiah per bulan.
BACA JUGA :
Makmurnya kerja di Eropa, WNI berprofesi waitress ini spill gajinya di Jerman, capai Rp70juta/bulan
Survei Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) bersama GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada Mei 2024 menunjukkan fakta mencengangkan. Dari 403 guru di 25 provinsi, sebanyak 74 persen menerima gaji di bawah Rp2 juta, sementara sebagian lainnya hanya mendapat upah kurang dari Rp500 ribu.
Seorang wanita lulusan sarjana pendidikan turut merasakan stereotip tersebut. Ia bahkan kerap mendapat cibiran dari lingkungannya.
"S.Pd pasti nanti cuma jadi honorer gajinya kecil," tulisnya menirukan ejekan tersebut, dikutip brilio.net @yulizabeauty, Senin (22/9).
BACA JUGA :
7 Fakta finalis MasterChef divonis penjara 34 tahun usai aniaya ART asal Sulawesi hingga meninggal
Dicibir sarjana pendidikan cuma jadi honorer
© TikTok/@yulizabeauty
Namun dirinya memilih membuktikan jalan lain dengan mencoba peruntungan lewat Working Holiday Visa (WHV) Australia. Visa ini memungkinkan anak muda dari berbagai negara bekerja sambil liburan dengan kontrak terbatas, umumnya berlaku satu tahun.
Setibanya di Negeri Kanguru, ia tidak berprofesi sebagai guru melainkan bekerja kasar. Pekerjaan pertama yang ia lakoni adalah buruh tani dengan memetik hasil kebun.
Ia mengisahkan rutinitas yang harus dimulai sejak subuh. Berangkat sebelum pukul 6 pagi, lalu baru bisa pulang sekitar jam 3 sore setelah pekerjaan rampung.
Dicibir sarjana pendidikan cuma jadi honorer
© TikTok/@yulizabeauty
Pekerjaan lain juga pernah ia jalani, termasuk bekerja di pabrik. Rasa lelah tentu tidak terhindarkan, tetapi pengalaman ini membuatnya semakin tangguh.
Meski penuh perjuangan, ia mengaku bangga karena upah yang diterima dalam bentuk dolar dibayarkan setiap minggu. Besarannya memang tidak disebutkan, tetapi jelas jauh lebih layak dibandingkan gaji honorer di Indonesia.
Dicibir sarjana pendidikan cuma jadi honorer
© TikTok/@yulizabeauty
Kini ia juga menambah penghasilan dengan pekerjaan paruh waktu. Sistem part-time di Australia umumnya mengatur jam kerja sekitar 20 jam per minggu bagi pemegang visa tertentu.
Pekerjaan tambahan itu ia lakoni sebagai kasir di sebuah supermarket. Bayarannya mencapai 26 dolar Australia per jam atau setara Rp260 ribu.
Jika dihitung, dengan jam part-time standar 20 jam per minggu, ia bisa mengantongi sekitar 520 dolar Australia. Jumlah itu setara lebih dari Rp5,2 juta hanya dari kerja sampingan, di luar penghasilan utamanya sebagai buruh.
Dicibir sarjana pendidikan cuma jadi honorer
© TikTok/@yulizabeauty
Sejumlah komentar netizen ikut meramaikan unggahan tersebut dengan berbagai sudut pandang. Ada yang membandingkan kondisi kerja di luar negeri dengan kehidupan di Indonesia.
"Gak apa2 spd cuma jadi pegawai supermarket di oz dari pada di konoha spd cm jadi beban negara," @keluargaqueenrania.
Tak sedikit pula yang menyinggung soal nominal gaji dan membandingkannya dengan profesi lain di Tanah Air. Ada yang mengaku minder sekaligus kagum saat melihat perbandingan penghasilan tersebut.
"Jadi panas dingin kalau uda bahas-bahas gaji, ampun kak," oncung92.
"mantab..ngalahin gaji guru ASN dek semangatt," buatikpacor1.