Brilio.net - Layanan cloud Microsoft untuk Israel mendadak berhenti. Keputusan besar ini disinyalir karena ada penggunaan fasilitas penyimpanan data untuk merekam riwayat telepon warga Gaza.

Semua bermula dari laporan investigasi The Guardian pada Agustus lalu. Laporan tersebut menuding Unit 8200 Israel telah membangun sebuah sistem canggih untuk melacak panggilan telepon warga Gaza. Dari situ, Microsoft pun bergerak. Presiden dan Wakil Ketua Microsoft, Brad Smith, dalam sebuah email untuk karyawannya, membeberkan temuan awal. Ada sejumlah bukti yang ditemukan, mencakup informasi pemakaian Artificial Intelligence (AI) dan konsumsi kapasitas penyimpanan Azure di Belanda.

Namun, bukti saja ternyata belum cukup untuk menggoyahkan raksasa teknologi ini. Ada tekanan lain yang jauh lebih kencang dari dalam. Protes karyawan membludak, menuntut perusahaan mengambil sikap. Puncaknya terjadi saat perayaan ulang tahun ke-50 perusahaan. Seorang karyawan dengan berani menginterupsi acara, secara terbuka menyebut para petinggi sebagai "pengejar keuntungan perang" yang tidak bermoral.

Kombinasi laporan investigasi yang detail dan gelombang protes internal inilah yang akhirnya berhasil memaksa Microsoft bertindak. Tuntutan akuntabilitas dari dalam dan luar sudah tidak bisa lagi diabaikan.

Keputusan Microsoft

Shutterstock.com Shutterstock.com

foto: Shutterstock.com

Diungkap brilio.net dari CNBC, Jumat (3/10) langkah tegas pun diambil. Dalam pemberitahuan kepada pejabat pertahanan Israel, Smith menyatakan bahwa penyimpanan berbasis cloud dan langganan AI yang digunakan oleh badan militer tersebut akan dinonaktifkan. Sebuah keputusan yang jelas akan merugikan sektor finansial perusahaan. Meski begitu, ada pertimbangan yang lebih besar. Menurut Smith, nilai bisnis yang sudah ada hanya bisa dipertahankan dengan meyakinkan pelanggan bahwa layanan perusahaan dapat diandalkan dengan kepercayaan yang kuat.

Walau pada akhirnya tuntutan para aktivis internal dipenuhi, ada cerita lain yang menyertainya. Beberapa minggu terakhir, lima karyawan yang ikut dalam aksi protes di kantor pusat Redmond, Washington, justru dipecat. Ironisnya, tindakan ini terjadi hanya seminggu setelah PBB menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

Kini, nasib kontrak kontroversial itu sepenuhnya bergantung pada hasil penyelidikan. Sebuah proses yang pastinya akan diawasi ketat oleh publik, media, dan karyawan perusahaan sendiri. Sementara itu, meski Israel kehilangan tempat penyimpanan data aktivitasnya, laporan terbaru dari The Guardian menyebut Unit 8200 sudah berencana memindahkan pasokan data panggilan teleponnya ke layanan Web Amazon.