Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, baru-baru ini mengungkapkan bahwa satu atau dua kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai kegagalan program secara keseluruhan. Menurutnya, pelaksanaan MBG melibatkan banyak pihak, mulai dari pemasok makanan, produsen, hingga pengawas. Jadi, kesalahan yang terjadi di satu titik tidak bisa digeneralisasi untuk seluruh program.
"Kasus yang terjadi di satu tempat tidak mewakili seluruh pelaksanaan. Presiden Prabowo Subianto bahkan menyebut bahwa deviasi atau penyimpangan yang terjadi hanya 0,0017 persen," katanya dalam konferensi pers yang diadakan pada Rabu (1/10),
Pigai menegaskan bahwa meskipun program berskala nasional seperti MBG menghadapi tantangan, lebih dari 99 persen dari program ini telah berjalan dengan baik sejak diluncurkan awal tahun lalu. "Jadi secara keseluruhan, sesungguhnya 99 persen pelaksanaan MBG sampai pada hari ini berhasil," tambahnya.
Pigai juga menjelaskan bahwa penyimpangan yang dimaksud berkaitan dengan produksi dan pengawasan. "Itu ada, tetapi itu terjadi di titik-titik tertentu. Tidak semua," ujarnya. Fokus pemerintah saat ini adalah memperkuat pengawasan dan memastikan kualitas MBG tetap terjaga di semua lini.
Perbandingan dengan Program di Jepang dan Amerika
Pigai menyoroti bahwa penyimpangan dalam produksi makanan pada program MBG sering kali disebabkan oleh keterbatasan keterampilan memasak serta perbedaan standar dalam distribusi dan penyimpanan bahan.
Dia menegaskan bahwa tantangan semacam ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. "Program semacam ini selalu saja ada kendala," tuturnya.
Pigai menekankan bahwa tujuan utama MBG adalah mulia, yaitu mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan terpenuhi kebutuhan gizinya. Oleh karena itu, pemerintah tidak akan tinggal diam jika ada penyimpangan. Kementerian HAM berkomitmen untuk terlibat langsung dalam pengawasan program ini.
"Saya sudah bicara dengan Kepala BGN, dan kami di Kementerian HAM akan terus menyertai proses ini, memastikan pemenuhan gizi anak-anak, ibu, dan siswa benar-benar terwujud dan dikawal dalam koridor HAM," tegasnya, seperti dilansir Antara.
Data Korban Keracunan MBG
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengambil langkah tegas dengan menutup sementara sejumlah dapur MBG atau Satuan Penyelenggara Pemberian Gizi (SPPG) yang kedapatan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Ini data terbaru yang kami cetak semalam. Per 1 Oktober 2025, jumlah SPPG yang aktif mencapai 10.012 titik. Target awal di akhir September sebenarnya hanya 10.000, tapi ternyata kami melebihi target. Namun, di balik pencapaian itu, kasus keracunan menjadi perhatian utama," ujar Dadan saat rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10).
Dadan menjelaskan bahwa lonjakan kasus keracunan telah tercatat sejak awal program bergulir pada Januari 2025. Distribusi kasus tersebar di tiga wilayah besar, dengan wilayah II (Jawa) menjadi yang paling terdampak. "Sebarannya, 1.307 kasus di wilayah I, 4.147 kasus di wilayah II, dan 1.003 kasus di wilayah III," ungkapnya.
Recommended By Editor
- Curhat ahli gizi MBG, awalnya semangat, biar gaji dirapel pun dilakoni, akhir ceritanya bikin nyesek
- Tanggapi maraknya kasus keracunan MBG, Prabowo: Kesalahannya 0,0017 persen
- Bagaimana sih atlet tarkam Bekasi atasi nyeri otot cuma pakai minyak urut herbal? Ternyata ini triknya
- Imbas ribuan siswa keracunan, pemerintah tutup dapur SPPG bermasalah
- Prabowo tanggapi kasus keracunan MBG: Masalah besar, jangan sampai dipolitisasi
- Pesan WhatsApp bocor, ada politikus minta jatah dapur MBG, Wakil Kepala BGN geram dan langsung blokir
- Biang kerok penyebab keracunan masak Makan Bergizi Gratis versi Kepala BGN

