Menteri Keuangan, Sri Mulyani, baru-baru ini mengklarifikasi bahwa video yang viral dan menyebutkan guru sebagai beban negara adalah sebuah hoaks. Dalam pernyataannya melalui akun media sosial resminya @smindrawati pada Kamis (21/8).
"Potongan video yang beredar yang menampilkan seolah-olah saya menyatakan guru sebagai beban negara adalah HOAX. Faktanya saya tidak pernah menyatakan bahwa guru sebagai beban negara," tulisnya.
BACA JUGA :
Sri Mulyani pastikan tak ada pajak baru di 2026, fokus pada reformasi internal
Sri Mulyani menjelaskan bahwa video tersebut merupakan hasil manipulasi teknologi deepfake dan tidak menampilkan potongan yang utuh dari pidato yang disampaikannya pada Forum Konvensi Sains, Teknologi dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus 2025. "Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato saya," ujarnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial, terutama terkait dengan informasi yang belum terverifikasi. "Marilah kita bijak dalam bermedia sosial," tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menegaskan bahwa video yang beredar adalah hoaks. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menegaskan bahwa Sri Mulyani tidak pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut.
BACA JUGA :
Prabowo luncurkan bantuan subsidi upah Rp300.000 untuk pekerja dan guru honorer
"Video yang mengklaim Sri Mulyani menyebut guru sebagai beban negara adalah hoaks," ujarnya. Deni menjelaskan bahwa video tersebut adalah hasil rekayasa digital yang memanipulasi audio dan visual.
Video viral itu diketahui merupakan suntingan dari pidato asli Sri Mulyani dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI). Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga menyoroti rendahnya gaji guru dan dosen, yang menurutnya adalah tantangan serius bagi sistem keuangan nasional.
"Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar, ini salah satu tantangan bagi keuangan negara," katanya.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah negara harus menanggung seluruh beban anggaran untuk profesi guru dan dosen, atau adakah ruang bagi partisipasi masyarakat dalam mendukung dunia pendidikan.
"Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?" ujarnya.
Menkeu juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun, yang merupakan 20 persen dari total belanja negara. Dana ini akan digunakan untuk berbagai program, termasuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Anggaran pendidikan ini dibagi menjadi tiga klaster utama: klaster pertama untuk murid dan mahasiswa, klaster kedua untuk guru dan dosen, dan klaster ketiga untuk sarana prasarana. Sri Mulyani menekankan bahwa anggaran pendidikan tidak digelontorkan secara sembarangan, tetapi dengan perencanaan yang matang.